Laman

Thursday 11 July 2013

DAMPAK PELANGGARAN MONEY POLITIC

Oleh Sri Wuryaningsih, BA
Indonesia adalah negara yang menganut konsep demokrasi konstitusional sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Demokrasi atau Kedaulatan rakyat merupakan kedaulatan yang tertinggi yang dianut oleh negara kita yang menempatkan rakyat sebagai unsur utama dalam negara sehingga baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan pemerintahan, rakyat seharusnya berperan aktif dan penentu yang utama. Rakyat atau kelompok rakyat diberi kebebasan dalam rangka menentukan nasibnya. Partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui lembaga perwakilan rakyat). Parlemen (lembaga perwakilan rakyat) dan partai politik adalah merupakan salah satu ciri dari negara demokrasi.
Pemilihan Umum (PEMILU) ataupun PILKADA merupakan wujud dari pesta Demokrasi, dimana pada saat itu rakyat terlibat langsung dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Dalam kitab Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 22E ayat (2) dikatakan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dari penjelasan di atas kita bisa tafsirkan bahwa dalam Pemilhan Umum kita pada saat itu akan memilih wakil wakil rakyat yang akan menyelenggarakan pemerintahan.[1]
Namun penerapan demokrasi itu sendiri seringkali dinodai dengan penyimpangan-penyimpangan pada proses demokrasi (Pemilihan Umum) antara lain adanya praktik Money Politics (Politik Uang). Salah satu usaha yang dilakukan oleh para kandidat maupun partai politik dalam pemilihan umum (mulai dari pemilihan Kepala Desa, Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Anggota DPRD, Pemilihan Anggota DPR bahkan hingga pemilihan Presiden) agar memenangkan perolehan suara di pemilihan menggunakan cara yang kotor, cara kotor tersebut yaitu dengan transaksi jual beli suara atau dikenal dengan istilah money politics. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan. Money politics sebagai instrumen penting untuk mendapatkan dukungan politik dari berbagai segmen politik, penggunaanya juga didistribusikan kepada berbagai segmen penting dalam masyarakat seperti tokoh agama, ulama atau tokoh kepemudaan dan lain-lainnya.[2]
Money Politics (Politik Uang) atau disebut juga Politik Perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Praktik Money Politics (Politik Uang) dilakukan dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan[3] maupun untuk calon-calon (baik calon legislatif, calon kepala daerah, calon kepala desa bahkan calon presiden) dengan cara antara lain:
-      pemberian berbentuk uang,
-      pemberian barang seperti sembako antara lain beras, minyak dan gula, pakaian,
-      menjanjikan uang atau materi lain,
-      menerima atau memberi dana kampanye kepada pihak-pihak yang dilarang oleh ketentuan undang-undang tentang Pemilu,
-      sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam dana kampanye pemilu
-      pemberian  posisi/jabatan.
Money politics merupakan model penyuapan dan salah satu cara pintas seseorang yang ingin menduduki suatu jabatan atau meraih suatu kekuasaan. Money politics dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu model politik yang buruk dan merupakan pelanggaran kampanye dalam Pemilihan Umum yang sering digunakan atau ditempuh oleh banyak orang untuk memperoleh suara dukungan rakyat. Suara rakyat sebagai “suara Tuhan” sebagaimana sering diucapkan oleh para pejabat elite/pejabat, para politikus,  pada kenyataannya hanya merupakan ungkapan yang manipulatif saja ketika dihadapkan dengan realitas bahwa uang dan kepentingan dijadikan alat utama dalam meraih suatu jabatan /kekuasaan. Meskipun Praktik Money Politics merupakan suatu pelanggaran namun kenyataannya sebagian besar masyarakat menengah ke bawah  masih menggandrungi praktik tersebut karena faktor kebutuhan ekonomi.
Mengkaji mengenai praktik money politics yang dilakukan oleh oknum maka oknum tersebut harus mempunyai persiapan dana (mulai dari ratusan juta rupiah bahkan ada yang mencapai milyaran rupiah) untuk maju menjadi calon pemimpin (misal Pilkada, Pilpres, dll) yang jumlahnya relatif besar. Bahkan pelaku Money politics jaman sekarang berani terang-terangan baik lewat sumbangan sarana prasarana, perbaikan jalan, renovasi sarana sosial, sampai masing-masing individu menerima “pemberian panas” dengan syarat memberikan suaranya pada ajang pemilihan dan pemungutan suara. Pada pemilihan anggota dewan atau legislatif beberapa tahun yang lalu, sudah menjadi rahasia umum jika sebagian besar Caleg harus mengeluarkan uang dengan jumlah yang banyak untuk mendapatkan kursi di DPRD. Dana Money Politics tersebut biasanya diperoleh dari :
1.   Dana Money Politics diperoleh dari pendukung yang mempunyai kepentingan, Di Indonesia sendiri hampir 60 % diperoleh dari pengusaha. kondisi ini memberikan implikasi yang serius diantaranya, pertama, kebijakan pemerintahan yang terpilih  kedepan tentunnya akan mengutamakan kepentingan pengusaha yang mendukung.
2.   Dana pribadi sehingga menciptakan politik balik modal. Politik balik modal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan (disequilibrium) pembangunan dan pertumbuhan di masyarakat, tentunya sangat berbahaya.[4] Dari perhitungan secara sederhana, praktik Money Politics membuka ruang sangat lebar untuk praktik korupsi karena seseorang yang terlibat money politics ketika ia menduduki suatu jabatan maka ia akan berusaha untuk mengembalikan dana yang telah ia habiskan untuk money politics terdahulu selama masa periodenya (lima tahun) melalui berbagai cara yang ditempuh antara lain seperti “illegal logging” (penebangan hutan), konsesi penambangan, penyelundupan, korupsi berbagai proyek pembangunan, mengutip pajak atau iuran, dan berbagai cara lainnya.
Maraknya Money Politics dalam Pemilihan Umum menunjukkan betapa lemahnya pengawasan Pemerintah yang sebenarnya bertugas mengawasi dan mencegah money politics agar menghasilkan pemilukada yang berkualitas, bersih, santun dan beretika.
Tak jarang pula kita sebagai masyarakat sangat prihatin baik kinerja maupun perilaku para pemimpin dan wakil rakyat yang kita pilih dalam pemilihan umum. Banyak diberitakan penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para wakil rakyat kita dan tak jarang yang berakhir di penjara karena berbagai kasus hukum seperti kasus korupsi, penyimpangan dana, pelanggaran kode etik, ketidak hadiran anggota dalam rapat penting,  dan sebagainya. Mereka para wakil rakyat dan para pejabat seringkali lebih mementingkan kepentingan birokrasi tanpa mengutamakan hak-hak rakyat, kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mendesak. Padahal kita sebagai rakyat menginginkan para pemimpin/pejabat kita, para negarawan, para Politikus profesional, serta para wakil rakyat (legislatif) yang diidealkan oleh rakyat adalah:
1.   Yang pro aktif dan terjun langsung menangani permasalahan krusial dalam masyarakat (masalah kemiskinan, masalah kesehatan masalah pendidikan, masalah lapangan pekerjaan dll).
2.   yang paling tahu mengenai hak-hak dari rakyat
3.   yang akan membawa aspirasi masyarakat dan memecahkan masalah rakyat, serta memperbaiki nasibnya.
4.   Mempunyai visi dan misi untuk bangsa
Kita sebagai bagian dari masyarakat yang berupaya untuk cerdas dalam memilih para calon pemimpin kita maka harus bersikap tegas dan menolak upaya-upaya Money Politics. Melalui proses pemilihan umum, Rakyat yang secara alamiah sebenarnya telah memahami politik melalui proses pemilihan umum, rakyat mengawasi dan menilai setiap kegiatan politik. Melalui proses Pemilu sebenarnya rakyat telah belajar dari pengalaman dan dituntut untuk menjadi cerdas dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat berdasarkan pengalaman-pengalaman pemilu terdahulu.
Ada beberapa Tipe Pemilih dalam Pemungutan suara Pemilihan Umum antara lain :
1.   Tipe Pemilih Murni dan cerdas yang memilih berdasarkan hati nurani dan anti menerima uang suap.
2.   Tipe Pemilih yang hanya mengambil Money Politics (baik barang dan/atau uang) saja dan belum tentu memilih. Pemilih ini biasanya adalah masyarakat pesisir, masyarakat urban, masyarakat perkotaan yang memanfaatkan money politics dengan lebih cerdas dan dengan persetujuan-persetujuan tertentu.
3.   Tipe Pemilih yang menerima Money Politics dan memilih partai/ kandidat yang memberi Money Politic. Tipe Pemilih ini biasanya berasal dari masyarakat pelosok, masyarakat desa yang lebih santun ketika menerima imbalan akan memberikan konsekuensi berupa suara pemilih.
 Tipe pemilih yang terbaik adalah tipe pemilih murni dan cerdas yang memilih berdasarkan hati nurani dan anti menerima suap. Tipe pemilih murni ini sadar bahwa Suara Rakyat sangat berpengaruh dan sangat menentukan nasib negara atau nasib daerah kita akan dibawa ke mana. Oleh sebab itu tipe pemilih murni akan cerdas memberikan hak suaranya kepada para calon pemimpin, kepada para politisi-politisi, kepada para wakil rakyat, kepada partai politik yang benar-benar memperjuangkan nasib rakyat kecil, yang peduli dan konsisten kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Dalam memilih wakilnya yang akan duduk di kursi legislatif, para pemilih murni akan senantiasa mengedepankan moral dan kualitas dari para calon wakil rakyat tersebut. Para pemilih murni dan cerdas ini akan menghindari praktik money politics karena dapat dipastikan para pelaku money politic adalah manusia-manusia yang kurang bermoral dan tidak cerdas serta kurang berkualitas karena mengambil jalan pintas serta melakukan politik kotor. Bagaimana mungkin amanat rakyat yang sangat besar diberikan kepada orang-orang  yang tidak bermoral tersebut dan akan di bawa kemana nasib rakyat apabila tampuk kepemimpinan dan kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hasilnya daerah tidak akan pernah maju dan msyarakat tidak akan memperoleh hak-haknya secara utuh, kepentingan dan kebutuhan msyarakat akan dinomorduakan setelah kepentingan para oknum tersebt terpenuhi bahkan seringkali rakyat dilupakan karena para oknum tersebut menganggap sudah tidak ada lagi ikatan atau kontrak dengan rakyat karena telah dibayar dengan Money politics tersebut.
Sebagai seorang pemilih dan cerdas masyarakat patut mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.   Pertimbangan Kapasitas.
Para calon Legislatif dalam hal ini berasal dari beberapa kalangan, ada yang berasal dari kalangan pengusaha, kalangan kader partai, kalangan masyarakat umum, kalangan tokoh masyarakat dan bahkan dari kalangan artis pun ada. Namun kita tidak tahu seberapa kapasitas mereka dalam mengetahui politik, sehingga hal tersebut patut dipertanyakan, apakah mereka yang menyalonkan diri sebagai wakil rakyat itu memang benar untuk rakyat atau memang hanya ingin sebuah kursi jabatan atau bahkan hanya ingin mendapatkan pendapatan, karena gaji seorang anggota legislatif itu tidaklah kecil. Para Calon Legislatif adalah mereka yang mempunyai kapasitas untuk menjadi Wakil Rakyat di mana
2.   Pertimbangan Kualitas SDM
Pertimbangan kualitas SDM melalui pertimbangan kualitas pendidikan dan kualitas pengalaman. Kualitas pendidikan disini tidak hanya diukur dari kualitas pendidikan formal semata namun juga perlu nilai plus berupa pendidikan nonformal yang pernah diikuti oleh calon legislatif dan calon pemimpin lainnya seperti pendidikan non formal baik yang dilakukan oleh partai politik maupun pemerintah. Selain tingkat pendidikan dan latar belakang keilmuan yang terkait, maka pengalaman baik dalam bidang politik, penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan pembangunan merupakan salah satu aspek yang berhubungan dengan kemampuan dan ketrampilan teknis dalam menangkap dan menyerap aspirasi masyarakat dan merumuskan dalam bentuk kebijakan publik serta menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan kerakyatan.  Faktor pengalaman yang patut dipertimbangkan antara lain :
a.   Pengalaman di lembaga legislatif.[5]
b.   Pengalaman di bidang organisasi, politik dan pemerintahan.[6]
c.   Pengalaman berdasarkan kompetensi keahlian.
Hal yang perlu dicermati adalah mengenai track record. Rekam jejak setiap partai, atau rekam jejak setiap para yang harus dicermati. Kita akan dapat melihat apa saja yang telah dilakukan sebuah partai, atau apa saja yang telah dilakukan politisi atau calon wakil rakyat tersebut. Dengan demikian kita akan bisa melihat secara lebih rasional.
Dalam rangka menyukseskan proses demokrasi di Indonesia sekaligus dalam rangka memilih wakil rakyat dan pemimpin yang amanah serta menolak segala bentuk praktik money politik maka diperlukan kerjasama dari berbagai pihak antara lain :
1.   Masyarakat mengambil langkah-langkah sebagai berikut ;
a.   Mengambil sikap untuk menjadi Pemilih murni dan cerdas dengan menolak segala bentuk praktik money politics, Masyarakat jangan memilih calon BerJuAng (Beras-Baju-dan Uang)
b.   Masyarakat Segera melapor apabila mempunyai informasi terkait adanya praktek money politik.
c.   Mengikuti Pendidikan Moral dan Politik
2.   Pemerintah mengambil langkah langkah sebagai berikut :
a.   Kepedulian negara dengan merumuskan dan menegakkan perundang-undangan untuk menutup sekecil mungkin peluang dan celah pelanggaran Money Politics
b.   Peningkatan sistem pemantauan dan pengawasan yang efektif antara lain peningkatan peran Panwaslu khususnya terhadap pelanggaran kampanye “Money Politics”
c.   Penjatuhan sanksi yang tegas dan jelas baik bagi para pelaku maupun partai politik.
3.   Para Calon pemimpin dan wakil rakyat mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a.   Menghindari praktik money politics dan meminimalkan biaya penyelenggaraan kampanye;
b.   Peningkatan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia;
c.   Memprioritaskan ide-ide dan pemecahan masalah kerakyatan;
d.   putra-putra terbaik yang memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan baik dan jujur.
e.   Melakukan pendidikan Politik Kepada Masyarakat.
4.   Partai Politik mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a.   Berkampanye dengan santun sesuai dengan aturan yang berlaku
b.   Perekrutan Kader hendaknya lebih banyak memberikan ruang kepada kader yang memiliki kualitas, pengalaman serta kompetensi dan SDM baik untuk menjadi anggota legislatif. Perekruratn hendaknya tidak ditentukan dari besaran setoran.
c.   Melakukan pendidikan Politik kepada masyarakat
Sudah saatnya bagi kita semua baik semua lapisan masyarakat, pemerintah, para elite politik, partai politik, para wakil rakyat maupun semua elemen untuk mengambil sikap untuk menolak praktik Money Politics. Penulis mengambil kesimpulan bahwa Praktik Money Politics harus dihindari karena disamping menghancurkan sendi-sendi moral dan demokrasi juga menimbulkan kerugiaan baik moril maupun materiiil bagi bangsa dan negara. Berbagai elemen dirugikan dengan adanya praktik money politics antara lain:
-      Kerugian praktik Money Politics Bagi Masyarakat tentunya melatih masyarakat untuk menjadi masyarakat yang bodoh dan tidak jujur serta melatih masyarakat untuk bertindak curang. Tindakan money politics sebenarnya menunjukkan kegagalan negara dan para wakil rakyat untuk segera mengentaskan kemiskinan serta kegagalan mendidik masyarakat dalam pendidikan moral bangsa .
-      Kerugian praktik Money Politics Bagi para pelaku Money Politics sendiri ada dua sisi, yaitu :
1.   Apabila para pelaku Money Politics berhasil terpilih dampak yang mungkin sekali terjadi adalah penyalahgunaan jabatan, karena bisa kita lihat banyak kasus-kasus korupsi. Tidak dapat dipungkiri banyak sekali proyek-proyek yang bisa menimbulkan korupsi yang tidak sedikit. Mereka berfikir karena mereka sebelum menduduki kursi legislatif mereka sudah habis modal besar-besaran, sehingga saat itu lah yang menjadi cara agar modal yang telah habis mereka gunakan money politic kembali lagi.
2.   Bagi para pelaku Money Politics yang gagal dalam Pemilihan maka dampaknya ialah bila mereka imannya kurang , mereka bisa saja menjadi gila, atau psikologi nya terganggu, karena kita bisa banyak temukan para calon legislatif yang depresi, stress atau gila karena mereka gagal menduduki kursi legislatif. Tidak sedikit para calon legislatif yang gagal karena terbukti melakukan pelanggaran dan tidak terpilih dan akhirnya tertangkap pula, akibatnya rumah sakit atau penjara yang menjadi ujung perjuangan mereka. [7]
-      Kerugian praktik Money Politics Bagi Pemerintah akan berakibat terciptanya produk perundangan serta kebijakan publik yang bersifat kolutif dan tidak tepat sasaran karena apabila para pembentuk kebijakan merupakan pelaku money politics maka para pembentuk kebijakan tersebut bukan lah orang yang tepat atau ahli dibidangnya karena ia berhasil menduduki jabatan bukan karena kualitas dan keahliannya akan tetapi hanya didasarka pada kekuatan uang atau sejenisnya semata.
-      Kerugian praktik Money Politics Bagi Partai Politik akan berakibat pada pencitraan yang buruk serta terpuruknya Partai Politik itu sendiri karena lambat laun masyarakat akan sadar melalui proses pendidikan politik dan lambat laun tingkat kepercayaan rakyat pada partai politik tersebut lambat laun akan hilang dan mencari partai politik baru yang lebih bersih dan santun.
Ke depan kita berharap semoga proses demokrasi di indonesia dapat berjalan dengan lancar dan semoga kita dapat memilih dengan cerdas para wakil rakyat dan para Pemimpin yg benar-benar  pro rakyat, akuntabel, memiliki integritas tinggi, dan iman yg teguh. Kini saatnya kita bersatu dan melakukan suatu gerakan untuk menolak aksi money politik. Semua elemen baik masyarakat umum, akademisi, media pers, LSM, dan lain-lain bersama-sama melakukan gerakan rakyat menolak money politik yang tidak bermoral.




[2] Faris Nadisa Rahman, Turtiantoro, Susilo Utomo, 2010, Makalah: Persepsi Pengaruh Money Politic dan Jaringan Sosial terhadap Perilaku Pemilih pada Kemenangan Pasangan Calon Kemenangan Pasangan Calon dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM dan wakilnya H. Mukh Mustamsikin, S.Ag, M.SI., (YAKIN)  Studi Kasus Pemilukada kab.Kendal tahun 2010  , hal.3.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_uang diakses tanggal 11 April 2013

[5]  Sri Puji Nurhaya, 2009,  Skripsi : Kinerja  Lembaga  Legislatif (Studi : Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, Format Pdf slide ke-105.
[6]  Ibid, slide ke-51.